Review Film: 'Mile 22' (2018)

'Mile 22' yaitu film yang ribut, sibuk, tapi tak tahu apa yang sedang ia lakukan.

“Say hello to your mother for me.”
— Li Noor
Rating UP:
Dalam Mile 22, Mark Wahlberg bermain sebagai James Silva, seorang kurang didik bersertifikat. Ia agaknya suka menciptakan orang membencinya. Semua yang keluar dari mulutnya selalu bikin sakit hati. Awalnya sanggup saja ia bicara soal moralitas tentara, kongkalikong pemerintah, atau ancaman nuklir, tapi ujung-ujungnya ia akan ngata-ngatain orang atau mengomentari bagaimana ndeso dan tak kompetennya anda dalam melaksanakan apa yang anda kerjakan. Apa pun topiknya, James niscaya punya cara untuk menciptakan orang berhasrat mengiriminya santet setiap malam. Ketika seorang temannya berulang tahun, James membanting camilan anggun ultahnya ke lantai kemudian bilang, "GAK ADA KUE ULTAH!". Kata-katanya hampir selalu kasar, sehingga saya membayangkan obrolan Wahlberg di skrip niscaya ditulis dalam aksara besar semua. Ngerinya, ia jarang sekali diam. Ia akan bicara lagi lagi lagi dan lagi, hingga pendengarnya barangkali lebih menentukan untuk mencopot saja indera pendengaran mereka.

SANTAI AJA DONG, GAK USAH NGEGAS!


Lewat pre-title credit, kita diberitahu bahwa James yaitu anak jenius tapi hiperaktif dan meledak-ledak. Mungkin sudah punya darah tinggi semenjak lahir. Ini mengharuskannya menggunakan gelang karet sedari kecil. Bukan apa-apa, cuma supaya sanggup lebih tenang. Tapi tampaknya sih gak ngefek ya. Buktinya James masih bergelinjangan begitu.

Oh dan selain menjadi bajingan fulltime, James juga kerja sampingan sebagai ketua tim elit diam-diam dari CIA berjulukan "Overwatch", yang saking rahasianya, anggota yang menjalankan misi harus mengundurkan diri sejenak dari CIA supaya CIA praktis basuh tangan ketika misi mereka gagal nanti. Kebanyakan misi mereka, tentu saja, sangat berbahaya dan kerap melanggar norma (poin terakhir menciptakan James cocok masuk tim ini). SOP mereka yaitu menghajar atau membantai lawan di lapangan, sementara koordinator misi (John Malkovich) mengarahkan dari markas via komputer yang juga sanggup memonitor tanda vital mereka. Yah, buat jaga-jaga semoga tahu siapa yang tewas. Kayak mereka peduli aja.

Di awal film, mereka menggerebek sebuah safe house punya orang Rusia. Sayang, mereka tak mendapat hasil padahal mereka butuh info mengenai lokasi beberapa senjata nuklir. Untungnya, Li Noor (Iko Uwais) tiba-tiba mendatangi kantor dubes Amerika dengan membawa informasi yang dimaksud. Tapi ia tak mau memberinya cuma-cuma. Sebagai seorang polisi dari sebuah negara berjulukan Indocarr (btw, kita tahu ini maksudnya Indonesia), pembocoran info ini —karena satu dan lain hal— membahayakan keamanan negara sehingga Li Noor menjadi buruan pemerintah kita. Jadi, ia minta suaka ke Amerika.

Maka, masuklah kita pada judul film ini: Mile 22. Tim James diberi misi untuk mengantarkan Li Noor ke titik aman, yaitu 22 mil dari lokasi kini sementara semua orang berniat membunuh Li Noor. Disana sudah menanti sebuah pesawat yang siap membawa Li Noor ke Amerika, yang —karena satu dan lain hal— hanya sanggup menunggu selama 10 menit. Kenapa? Supaya memperlihatkan sensasi kejar-kejaran dengan waktu, tentu saja. Walau dungu dan receh, tapi gimik ini sah-sah saja digunakan dalam film agresi selagi ia efektif. Namun, ketegangan kejar-kejaran dengan waktu itu sayangnya lenyap begitu saja ditelan oleh segala hiruk-pikuk yang terjadi dalam film.

Yap, Mile 22 yaitu film yang ribut, sibuk, tapi tak tahu apa yang sedang ia lakukan. Sama ibarat ketika anda lagi mengantri tiket di bioskop kemudian tiba-tiba seorang bocah berlarian berguling-guling di lantai; berusaha keras untuk caper. Menonton film ibarat ini menciptakan saya lelah hingga ingin beberapa kali melambaikan tangan ke kamera kemudian minta rehat sejenak ketika film tengah berjalan. Namun ia tak memperlihatkan itu. Saat film berhenti menyerang indra kita, ia menjejalkan jikalau bukan eksposisi lebay yang menjelaskan apa yang sudah jelas-jelas kita lihat di layar, yaa Mark Wahlberg yang ngoceh tak karuan. Saya tak tahu apakah ini lawakan meta, tapi ada momen dimana John Malkovich berteriak kepada Wahlberg: "Stop monologuing, you bipolar f***". Kita juga ingin bilang itu.

Saya kira penulis skrip Lea Carpenter keliru mengira ocehan sebagai kepribadian karakter. Atau mungkin lebih parah, menganggap perilaku kurang didik ibarat tadi sebagai variabel kekerenan. Salah satu rekan James (Lauren Cohan) membanting hape sambil bersumpah serapah kepada suaminya ketika ia tak diberi waktu untuk bicara dengan anaknya (anggota agaknya Overwatch sangat butuh pemberian psikiater). Namun ini, tentu saja, takkan menciptakan kita peduli ketika mereka nanti terjebak di situasi hidup-mati. Kita tak hirau entah nanti mereka sanggup pulang hidup-hidup atau tewas dalam misi. Ini menciptakan semua agresi yang terjadi tak memperlihatkan ketegangan apa-apa.

Dan kemudian soal sekuens aksi. Saya tak tahu apakah editor dan kameramennya kurang kerjaan lain, tapi mereka sangat hiperaktif disini. Setiap adegan agresi disorot dengan kamera dan cut yang begitu lincah, kita hingga tak sanggup melihat apa yang sebetulnya terjadi. Tentu saja, ini berarti ia tak berpihak pada Iko Uwais dan keterampilan silatnya yang sudah dahsyat itu. Sudah waktunya Iko mendapat kendaraan Hollywood yang layak untuk skill-nya. Namun ketika ia diberi itu, dan itu pun cuma di dua momen saja, kelincahannya ditelan oleh kelincahan kamera yang hanya menyisakan kekacauan, darah, dan tulang patah saja untuk kita saksikan. Dan marilah anda jangan bertanya apa yang dilakukan bintang MMA Ronda Rousey disini.

Peter Berg yaitu sutradara yang tidak mengecewakan berpengalaman menangani film aksi. Ini yaitu kerja sama keempatnya bersama Mark Wahlberg menyusul Lone Survivor, Deepwater Horizon, dan Patriots Day. Walau banyak mengkritik film-film tersebut, saya siap berada di garda terdepan untuk membelanya. Namun tidak untuk film ini; Mile 22 dengan praktis menjadi film terburuk dalam kerja sama mereka. Di satu titik, ia berusaa keras menjadi film agresi gritty yang dalam, tapi seringkali larut dengan kekonyolannya sendiri. Film ini bahkan sulit saya nikmati sebagai film agresi kelas B. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem dan di instagram: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Mile 22

94 menit
Dewasa
Peter Berg
Lea Carpenter
Peter Berg, Mark Wahlberg, Stephen Levinson
Jacques Jouffret
Jeff Russo

©

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Review Film: 'Mile 22' (2018)"

Post a Comment