Film ini memang mengulang hari yang sama dengan 'Happy Death Day', tapi ia menjadi film yang sepenuhnya berbeda.
“Dude, I'm tripping right now.”Rating UP:
— Ryan
Sekuel apa yang cocok untuk melanjutkan film soal mengulang hari? Jawabannya: mengulang hari lagi. Dalam Happy Death Day, huruf utama kita menjalani hari yang sama (dan mati) berkali-kali. Di Happy Death Day 2U, siapa sangka ia masih kembali menjalani hari yang sama dengan film pertama. Rasanya, kita yang menonton menyerupai ikut terjebak dalam pengulangan hari juga. Namun rupanya film ini yakni sekuel yang cukup cerdas. Ia tahu cara untuk menciptakan hari yang repetitif jadi terasa, uhm, tidak repetitif. Harinya boleh jadi sama, tapi ceritanya didaur ulang dengan struktur yang berbeda.
Film ini juga lebih cerdas bila dibandingkan dengan pendahulunya. Saya pernah bilang dalam review Happy Death Day bahwa film tersebut dihukum setengah hati, baik di aspek komedi maupun horor. Nah, sekuelnya ini ternyata benar-benar merengkuh kekonyolan premisnya. Ia menentukan untuk cenderung fokus ke satu sudut saja. Elemen horornya dikurangi, justru ditambah dengan banyak sekali elemen lain yang ringan dan sangat beragam. Hasilnya, film ini jadi lebih kacau tapi aku juga lebih menikmatinya.
Masalah terbesarnya yakni huruf utama kita, Tree (Jessica Rothe) sudah menutup putaran waktu dan menemukan pembunuh dirinya di selesai film pertama. Kaprikornus bagaimana cara membawanya kembali masuk? Awalnya tak begitu menjanjikan. Sebab, kita melihat hal yang kurang lebih sama persis menyerupai Tree, di hari yang sama pula. Bedanya, kali ini dialami oleh Ryan (Phi Vu), huruf sampingan dari film pertama. Saat ditikam oleh pembunuh bertopeng bayi, Ryan kaget menemukan bahwa ia berdiri di hari yang sama. Apakah film ini bakal mengulang plek ketiplek film pertama, hanya saja dengan huruf baru?
Happy Death Day 2U punya kejutan buat kita. Ia berhasil menemukan cara untuk memutus siklus keberulangan... lewat keberulangan! Ternyata penyebab dari semua kekacauan ini yakni proyek sains berjulukan "Sisyphus Quantum Cooling Reactor" yang tengah dikerjakan Ryan dan kawan-kawannya. Lebih kacaunya lagi, perjuangan untuk memutus siklus Ryan malah mengakibatkan siklusnya kembali ke Tree. Bukan sebab-akibat paling masuk logika sepanjang sejarah sinema sih. Yaa namanya juga film scifi-scifi-an.
Dengan wajah muak, Tree menjalani setiap detil menjemukan dari hari yang sudah berulang berkali-kali. Filmnya self-aware dengan kekliseannya, tahu bahwa kita pun muak dengan insiden yang begitu-begitu saja. Namun ada bedanya. Di hari kali ini, Carter (Israel Broussard) rupanya tak berpacaran dengan Tree, melainkan dengan teman satu kosan Tree, Danielle (Rachel Matthews). Tree juga tak menduakan dengan dosennya, dokter Gregory. Teman sekamarnya, Lori (Ruby Modine) juga tak jahat. Dan yang lebih penting, salah satu orang yang disayangi Tree ternyata masih hidup.
Apakah ia artinya ia berada di semesta yang berbeda? Berarti pembunuh bertopeng bayi sebelumnya juga punya identitas yang berbeda dong?
Penonton yang menikmati elemen horor dari film sebelumnya boleh dibilang bakal kecele. Sebab sutradaranya, Christopher Landon yang kali ini juga menulis naskah, tak begitu berusaha untuk menyuguhkan horor. Nyaris tak ada ketegangan dalam setiap adegan-adegan yang melibatkan pembunuhan. Alih-alih, ia mengemas filmnya ini menyerupai film drama-scifi-komedi yang cerdik balig cukup akal banget. Kaprikornus tak perlu klarifikasi yang mumpuni buat ini-itu, yang penting ada banyolan dan sedikit drama.
Dan itu tidak mengecewakan mengena.
Kalau bisa hidup lagi sehabis mati berkali-kali, kenapa tak sekalian mencoba cara gres setiap kali mati? Dalam satu montase adegan yang sangat kocak, kita melihat bagaimana Tree menemukan banyak sekali cara kreatif untuk mati, mulai dari yang melibatkan hairdryer sampai pemotong kayu. Jessica Rothe lagi-lagi menunjukkan kapabilitas aktingnya yang dinamis. Ia bisa bermain mulut dengan skala yang luas, mulai dari kaget biasa hingga sinting betulan, secara meyakinkan. Ia bahkan bisa menciptakan satu momen dramatis terasa begitu mengena, lantaran kita benar-benar merasa terikat dengan duduk perkara yang dialami Tree.
Nah, anda yang belum menonton barangkali sedikit heran kemudian bertanya, "Trus dimana masuknya dongeng soal si pembunuh?". Gimana yah; yang nonton filmnya juga ngerasa gitu sih selama menonton. Film ini memasukkan terlalu banyak hal, sehingga beberapa hal terasa tak sejalan dengan koherensi cerita. Ia tak mengikuti satu lintasan yang sama, sehingga ada beberapa potongan yang terasa menyerupai berada di film lain. Di satu titik, film seolah lupa bahwa ada pembunuh bertopeng bayi yang sedang berkeliaran.
Jadi, yap. Film ini memang mengulang hari yang sama dengan Happy Death Day, tapi ia menjadi film yang sepenuhnya berbeda. Konflik moralnya berbeda. Struktur ceritanya berbeda. Bahkan atmosfernya jauh berbeda. Film ini barangkali tak cocok disandingkan di genre yang sama dengan film pertama lantaran ia mengkhianati premisnya. Tapi aku menikmatinya lantaran ia mengeksplor kemungkinan-kemungkinan gres dan merengkuh keseruan itu sepenuhnya. Dan juga lantaran ia tahu bagaimana cara memanfaatkan kecairan akting Jessica Rothe. ■UP
Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem dan di instagram: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem
0 Response to "Review Film: 'Happy Death Day 2U' (2019)"
Post a Comment