Review Film: 'The Lego Movie 2: The Second Part' (2019)

Rasa-rasanya memang tak realistis mengharapkan bahwa film ini bakal se-awesome film pertama.

“It's like it knows our every move!”
— Lucy
Rating UP:
Dalam The Lego Movie 2: The Second Part, ada lagu gres yang merupakan versi plesetan dari lagu racun "Everything is Awesome"-nya The Lego Movie. Judulnya "Everything's Not Awesome". Saya tak tahu apakah ini memang sengaja dimaksudkan sebagai ratifikasi akan kualitas filmnya dibandingkan film yang pertama, tapi yang jelas, aku menangkap cuilan liriknya yang sangat ngeklik dengan hal tersebut:

♪ "Everything's not awesome. Things can't be awesome all of the time. It's not realistic expectation. But that doesn't mean we shouldn't try." ♪


Rasa-rasanya memang tak realistis mengharapkan bahwa film ini bakal se-awesome film pertama. Animasi yang dirilis di tahun 2014 tersebut sukses menghancurkan ekspektasi kita dengan menjadi film yang lucu, cerdas, dan hangat. Salah satu penyebabnya barangkali alasannya kitanya saja yang sudah berekspektasi duluan akan menyaksikan iklan lego sepanjang dua jam. Namun ternyata, lebih dari sekadar visual yang unik dan kreatif, The Lego Movie juga memperdaya kita dengan narasi dan pengungkapan yang dihukum dengan brilian.

Sekarang, kita sudah tahu cara main The Lego Movie. Tak ada lagi yang dapat menciptakan kita seterkejut dulu. Dan ya, ini menjadikan The Lego Movie 2 tak se-awesome The Lego Movie. Namun bukan berarti pembuat filmnya tak mencoba untuk menjadikannya awesome. Film ini bahkan menggali angle baru dari premisnya yang lalu, yang otomatis mengekspansi abjad dan semestanya menjadi lebih berwarna. Walau tak lagi terasa segar lagi, tapi ia masih fun.

Melanjutkan eksklusif final dari film pertama, kita kembali ke Bricksburg. Kota Lego yang ceria ini diinvasi oleh alien imut tapi mematikan yang berasal dari planet Duplo. Bahkan pahlawan Lego Justice League tak dapat menangani ini (catatan: Lego Avengers tak memberi kabar). Lima tahu kemudian, Bricksburg bermetamorfosis Apocalypseburg; reruntuhan gersang versi Lego dari Mad Max: Fury Road, lengkap dengan para abjad yang nyeleneh.

Jagoan kita, Emmett (Chris Pratt) masih menyerupai yang dulu kita kenal; polos dan penuh semangat. Tapi temannya, Lucy (Elizabeth Banks) bermetamorfosis getir dan suram. Lucy suka menatap jauh ke depan dan berkontemplasi muram soal apa pun, bahkan soal kopi yang dibawa Emmett. Lucy bilang bahwa gak semua hal itu awesome dan cobalah remaja dikit.

Tiba-tiba ada invasi lagi. Kali ini Jendral Mayhem (Stephanie Beatriz) berhasil menculik Lucy, Batman (Will Arnett), Unikitty (Alison Brie), MetalBeard (Nick Offerman), dan Spaceman Benny (Charlie Day). Emmett harus berjuang untuk menyelamatkan mereka ke Galaksi Sys-Tar, dimana Ratu Wateva Wan'abi (Tiffany Haddish) berencana untuk menikahi Batman. Untuk itu, Emmett untungnya dibantu oleh Rex Dangervest (juga disuarakan Pratt), pendekar yang sikapnya kebalikan dari Emmett. Macho, tangguh, dan percaya diri. Oh dan kebetulan ia juga space cowboy ala Star-Lord-nya Guardians of the Galaxy dan punya peliharaan velociraptor ala Owen Grady-nya Jurassic World.

Kebetulan yang gak disengaja.

Jadi... uhm, Bricksburg hancur... uhm, agar Batman... mau nikah. Absurd memang. Tapi coba bayangkan dari sisi dunia nyata, dimana bocah yang punya Lego dari film pertama, Finn (Jadon Sand) disuruh main meladeni adiknya (Brooklyn Prince) yang punya mainan Duplo. Sama menyerupai film pertama, kejadian di semesta Lego berlangsung paralel dengan dunia nyata. Anak cewek mana coba yang gak main nikah-nikahan? Ini membuka kesempatan bagi filmnya untuk menyajikan lebih banyak karakter, setpieces dan dagelan baru. Kapan lagi melihat Superman memotong rumput atau Batman menggunakan kostum berwarna putih?

Kreator film pertama, Phil Lord & Christopher Miller, kembali menangani film ini meski hanya sebatas penulis skrip, sementara posisi sutradara diambil alih oleh Mike Mitchell (Trolls). Mereka kembali memperlihatkan pesan keluarga yang hangat soal pendewasaan tanpa melupakan kesenangan masa kanak-kanak. Kali ini soal adik-kakak, dimana Maya Rudolph bermain sebagai sang ibu. Namun hal ini tentu tak punya tohokan emosional sedahsyat film pertama. Dalam The Lego Movie 2, kita sudah tahu apa yang sedang dan bakal terjadi. Ini menyebabkan sedikit sensasi dragging dalam bercerita. 

Namun film ini juga punya semua yang mau dari sebuah sekuel The Lego Movie. Meski tak digarap eksklusif oleh tangan yang sama, ia tak lantas terasa lebih inferior secara teknis. Sekuens aksinya masih imajinatif. Dialog dan dagelan dilemparkan dengan gesit. Referensi budaya terkenal dan cameo bertebaran disana-sini. Di satu titik, Lucy harus kabur lewat susukan ventilasi, dan tebak ia ketemu siapa. Dan soal lagu. Film ini punya lebih banyak adegan musikal, terutama alasannya Ratu Wateva Wan'abi memang suka bernyanyi. Salah satunya ialah "Catchy Song" yang memang didesain untuk bersarang di kepala kita.

Semua ini fun. Namun tak lagi begitu mengejutkan; kita kurang lebih sudah melihat semuanya di film pertama. Petir tak menyambar di daerah yang sama dua kali walau sumber dan energinya sama. Kita dapat mencicipi bahwa film ini dibentuk dengan sangat telaten, lebih dari sekedar perjuangan gampangan untuk menjual merek. Hal ini membuatnya menjadi sekuel yang sangat pas untuk The Lego Movie pertama. Film ini enerjik, cerdik, dan punya pesan hangat. But yeah, things can't be awesome all of the time. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem dan di instagram: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

The Lego Movie 2: The Second Part

107 menit
Semua Umur - BO
Mike Mitchell
Phil Lord, Christopher Miller
Dan Lin, Phil Lord, Christopher Miller, Roy Lee, Jinko Goto
Mark Mothersbaugh

©

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Review Film: 'The Lego Movie 2: The Second Part' (2019)"

Post a Comment