Review Film: 'Fantastic Beasts: The Crimes Of Grindelwald' (2018)

Mungkin judul yang lebih sempurna yakni 'Fantastic Beasts: The Plans of Grindelwald'.

“Do you know why I admire you, Newt? You do not seek power. You simply ask, "Is a thing... right?"”
— Albus Dumbledore
Rating UP:
Kecuali anda sudah lulus studi pascasarjana jurusan Pendidikan Harry Potter Terapan, saya bisa menjamin bahwa sebagian besar durasi Fantastic Beasts: The Crimes of Grindelwald akan anda habiskan untuk bertanya-tanya menyerupai saya: Sebenarnya apa sih yang terjadi disini?

Padahal saya sudah menonton semua film Harry Potter dan membaca hampir semua bukunya.


Pertanyaan tadi sebetulnya bisa menjadi testimoni yang elok kalau saja konteksnya berbeda. Yha, sihir itu pada hakikatnya memang di luar komprehensi nalar. Wizarding World, sebagaimana yang kita kenal semenjak Harry Potter masuk sekolah hampir dua dekade yang lalu, memang merupakan dunia sihir yang penuh keajaiban. Kita dibentuk takjub akan hal-hal di luar pemahaman kita, para insan biasa yang cuma Muggle nan jelata ini. Sialnya, Fantastic Beasts 2 rasanya sedikit sekali menyuguhkan itu. Alih-alih, ia malah sibuk menunjukkan terlalu banyak subplot dan abjad yang—lebih sialnya lagi— hampir semuanya sulit dipahami dan tak bisa kita pedulikan.

Kalau anda masih ingat, film pertamanya yang berjudul Fantastic Beasts and Where to Find Them bercerita mengenai petualangan Newt Scamander (Eddie Redmayne), magizoologist pencinta mahkluk sihir yang nantinya bakal menulis salah satu buku panduan di sekolah Harry Potter. Di film keduanya ini yang masih memasang judul utama "Fantastic Beasts", Newt masih bertualang... kayaknya. Susah bagi saya untuk bilang ini dengan yakin. Sejujurnya, Newt tak punya daerah yang mantap disini. Pusat dongeng bukan lagi Newt, melainkan semua orang kecuali Newt. Sesekali para makhluk fantastis diselipkan, pura-puranya supaya dongeng kayak punya kekerabatan sama judul.

Saya sebetulnya tidak mengecewakan suka dengan Fantastic Beasts pertama. Meski magic-nya tak sekuat film-film Harry Potter sebelumnya, film tersebut cukup bisa untuk membawa kita masuk kembali ke semesta Harry Potter sekaligus menunjukkan petualangan gres yang tampaknya menjanjikan untuk membawa kita ke sudut lain Wizarding World yang belum terjamah. Imajinasi sang kreator, J. K. Rowling yang kini juga bertindak sebagai penulis skrip, barangkali masih sehebat dulu. Namun, film bukan cuma soal detail semesta belaka. Ia juga harus berisi abjad dan dongeng yang menarik, sebagaimana semua film Harry Potter sebelum ini.

Tak ada ruang untuk merasa takjub dalam Fantastic Beast 2 gaes.

Tapi anda mungkin bakal terkejut sih. Soalnya, film ini juga menafikan apa yang kita tau dari film pertamanya. Bukan, bukan soal apakah Grindelwald kembali diperankan Colin Farrell. Sang penyihir terkeji sepanjang masa ini pada balasannya tetaplah dimainkan oleh Johnny Depp yang menggunakan lensa kontak seram, kulit pucat dan rambut putih. Film dibuka dengan usahanya yang luar biasa untuk melarikan diri ketika akan ditransfer oleh Kementrian Sihir Amerika ke penjara Kementrian Sihir Inggris.

Sebagai informasi, selama ini insan dan penyihir relatif hidup dalam damai. Namun Grindelwald ingin merubah itu; ia percaya bahwa penyihir berdarah murni yakni makhluk yang lebih mulia daripada yang lain. Fasisme yakni koentji. Pokoknya semua yang tak sejalan dengannya yakni keliru (ini saya tidak sedang membicarakan politik di dunia kita yaa wkwk). Sekarang, Grindelwald sudah bebas. Ia berkeliaran di Eropa untuk mengumpulkan pengikut. Dan sasaran utamanya yakni Credence (Ezra Miller).

Betul sekali. Akhiri spekulasi anda. Sudahi analisa anda akan film Fantastic Beasts pertama. Tutup laman Wikipedia Harry Potter. Credence, sang Obscurial ternyata masih hidup dan sehat walafiat. Bahkan, sebetulnya ia yakni konflik utama di film kedua ini. Kebanyakan durasi dihabiskannya dengan bertanya: "Gue ini anak siapa?". Hayoo ngaku. Film memperlakukannya sebagai seseorang yang sangat penting, tapi ia dan kita semua takkan tahu itu hingga semua sudah terlambat.

Lalu Newt masuk dimana nih? Makara ternyata kabar jelek ini juga sudah didengar oleh Albus Dumbledore (Jude Law) yang dulunya yakni teman karib Grindelwald. Dumbledore barangkali yakni satu-satunya penyihir yang cukup berpengaruh untuk melawan Grindelwald, tapi ia tak bisa melakukannya. Untuk itu, ia meminta derma kepada Newt, yang notabene merupakan mantan muridnya di Hogwarts dulu. Iya, Dumbledore sudah jadi profesor Hogwart semenjak muda.

Newt ragu tapi kemudian manut. Tapi kayaknya sih alasan bahwasanya alasannya ia ingin bertemu dengan mantan gebetannya, Tina Goldstein (Katherine Waterstone) saja. Sebagai seorang Auror alias polisi sihir, Tina ditugaskan Kementrian untuk menangkap Credence. Misinya sama dengan Newt. Peliknya, Tina males ketemu Newt alasannya ia gres saja mendengar warta bahwa Newt akan menikah dengan perempuan lain berjulukan Leta Lestrange (Zoe Kravitz). Padahal sebetulnya Leta nikahnya sama abang Newt, Theseus (Callum Turner) yang ngomong-ngomong juga seorang Auror, sementara Newt cuma jadi bestman saja.

Whoa whoa whoa. Terlalu banyak informasi nih. Tapi saya belum membahas soal saudari Tina, Queenie (Alison Sudol) dan pacarnya, si muggle Jacob (Dan Fogler) yang juga punya problematika asmara tersendiri. Belum lagi seorang penyihir Senegal berjulukan Yusuf Kama (William Nadylam) yang juga punya motivasi langsung untuk memburu Credence. Ada lagi Nagini (Claudia Kim)— iya, Nagini yang itu— cewek anggota sirkus yang bisa berubah wujud menjadi ular sanca Indonesia. Film masih punya waktu untuk menyelipkan satu lagi tokoh paling legendaris dalam mitologi Harry Potter. Petunjuk: ia pencipta Batu Bertuah.

Semua ini bikin kewalahan. Plot film intinya yakni bertemu dengan abjad gres kemudian menceritakan diri dan/atau masa kemudian mereka. Dan ada begitu banyak abjad dan backstory hingga kita masuk akal saja menerka kalau Rowling menciptakan skripnya untuk jadi buku, bukan film. Masing-masing subplot bisa jadi film (setidaknya film pendek) tersendiri. Film berdurasi dua jam lebih sedikit rasa-rasanya tak cukup untuk menyervis semua ini saking banyaknya bahan yang ingin dimasukkan.

Padahal film ini digarap oleh David Yates, sutradara yang agaknya sudah khatam menghandel bahan tebal menjadi film yang bisa dicerna seiring kesuksesannya mengadaptasi 3 buku terakhir Harry Potter. Oh, mungkin alasannya yang menciptakan skripnya bukan Rowling. Disini, Yates terkesan menyerupai didikte untuk cuma menggerakkan karakter-karakternya dari satu titik ke titik lain sembari mendekorasi beberapa diantaranya dengan adegan agresi yang sensasional dan heboh tapi tanpa keseruan. Ada pula beberapa momen pengungkapan yang tampaknya penting, tapi jadi terasa kurang penting alasannya tak diberi momentum; bab ini lebih terkesan sebagai tuntutan cerita, alih-alih motivasi meyakinkan dari karakter.

Anda niscaya sudah tahu bahwa Fantastic Beasts akan dibuatkan menjadi 5 film. Oleh alasannya itu, masuk akal bila film kedua ini tak punya konklusi yang haqiqi. Film-film Harry Potter sebetulnya juga begitu, tapi mereka punya satu plot terperinci yang diselesaikan dengan mantap di setiap film (kecuali The Deathly Hallows: Part 1, tentunya). Rowling barangkali menyimpan rapat-rapat materinya dan hanya membeberkan sesedikit mungkin untuk tiga film berikutnya. Film ini terasa menyerupai filler yang kebanyakan. Saya mungkin takkan komplain soal ini seandainya film menciptakan saya peduli dengan dongeng atau karakternya. Itu yakni sihir yang sebetulnya sangat diperlukan oleh film ini.

Nah soal subjudul The Crimes of Grindelwald, saya rasa ini kurang tepat. Sejauh yang saya lihat, tak ada tuh tindakan kriminal dari Grindelwald yang rasa-rasanya layak digarisbawahi sebagai judul. Disini ia lebih banyak bikin rencana. Mungkin judul yang lebih sempurna yakni Fantastic Beasts: The Plans of Grindelwald.

Oh, oh, oh. Saya punya satu lagi judul alternatif: Fantastically Emo Credence and Where to Find Him. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem dan di instagram: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Fantastic Beasts: The Crimes of Grindelwald

134 menit
Remaja
David Yates
J. K. Rowling
David Heyman, J. K. Rowling, Steve Kloves, Lionel Wigram
Philippe Rousselot
James Newton Howard

©

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Review Film: 'Fantastic Beasts: The Crimes Of Grindelwald' (2018)"

Post a Comment