Review Film: 'Dragon Ball Super: Broly' (2019)

Penggemar usang niscaya bakal sangat puas. Sayanya saja yang sudah mulai uzur.

“There's no way I can stay at the same level, I'm at right now! I think I'd be all fired up!”
— Son Goku
Rating UP:
Dragon Ball Super: Broly menegur saya soal review (cenderung) negatif yang saya berikan buat Dragon Ball Z: Resurrection 'F'. Film ini mengingatkan saya kembali akan hakikat Dragon Ball. Manga karya Akira Toriyama tersebut dibentuk untuk sasaran yang sangat spesifik, dan film ini sendiri setia dengan hal itu. Penggemar usang niscaya bakal sangat puas. Sayanya saja yang sudah mulai uzur.


Manga Dragon Ball barangkali ialah manga shonen pertama yang punya kesuksesan spektakuler secara global. Namun yang lebih penting, Dragon Ball ialah bapaknya semua shonen yang kita jumpai sekarang. Kalau dirunut secara silsilah, Dragon Ball agaknya berada di posisi paling atas. Ia mempelopori semua karakteristik standar yang kita lihat di semua shonen: power-up dan pertarungan epik. Demi menghormati tradisi semoga tetap lestari, semua isi Dragon Ball Super: Broly ialah soal itu.

Ingat bagaimana dominan karakternya bisa menambah kekuatan di banyak sekali tingkat Super Saiya, dimana mereka mengalami perubahan rambut mulai dari kuning, merah hingga biru? Saking banyak dan sudah sedemikian tingginya mode power-up terbaru, rasanya sudah tak ada yang lebih berpengaruh daripada itu. Siapa sangka, film ini masih punya satu lagi.

Agar mode terkuat ini bisa keluar, tentu harus dipancing oleh musuh terkuat juga. Namanya Broly. Penggemar usang niscaya kenal, alasannya ialah ia pernah muncul dalam film ke-11, Dragon Ball Z: Broly - The Legendary Super Saiyan. Kisahnya relatif tak bekerjasama pribadi dengan Goku dkk, tapi berkat latar belakang yang dipermak pribadi oleh Toriyama, Broly kini berada dalam kontinuitas dongeng utama Dragon Ball.

Dengan ini, Toriyama juga berhasil membuat abjad paling keren dalam sejarah Dragon Ball. Broly ialah abjad superkuat (bahkan kekuatan mentahnya saja bisa melibas Goku dan Vegeta sekaligus) yang simpatik. Ia tak suka pamer kekuatan, apalagi bertarung *uhuk Goku dkk*. Alasannya duel semata-mata alasannya ialah manipulasi dari ayahnya, Paragus, dan si jahat Frieza.

Awal mulanya ialah ketika planet Saiya dijajah oleh Frieza. Frieza yang terancam oleh keberadaan insan Saiya, memutuskan untuk menghancurkan planet tersebut beserta isinya. Goku dan Vegeta berhasil diselamatkan dengan dikirim ke bumi. Tapi sebelum itu, Broly bayi dan ayahnya sudah dikirim duluan ke planet terisolir berjulukan Vampa. Disana, Broly tumbuh menjadi insan Saiya yang sangat tangguh. Sampai kemudian, Frieza menemukannya kemudian mengutusnya ke bumi untuk duel melawan Goku.

Kehadiran Broly membawa kehancuran yang tak terbayangkan. Pertarungan antara tiga abjad superkuat ini (empat jikalau dihitung dengan Frieza yang nimbrung sebentar) cukup untuk memporak-porandakan bumi. Mereka ialah biro destruksi yang bisa mengubah antartika menjadi gunung berapi. Duel yang bahkan menembus dimensi. Saya hingga ingin tau kenapa kok bumi gak kiamat-kiamat juga.

Saya tak akan merahasiakan jurus pamungkas dalam film ini. Sebab, niscaya itu yang paling anda tunggu bukan? Lagipula, membicarakannya tentu tak sedahsyat menyaksikannya sendiri. Jurus tersebut ialah sesuatu berjulukan Gogeta, fusion antara Goku dan Vegeta. Nah, penggemar usang niscaya sudah tahu bahwa ini bukan pertama kalinya Gogeta muncul dalam saga Dragon Ball. Namun di film ini lah Toriyama jadinya menempatkan Gogeta dalam kronologi resminya. Penampilannya sendiri diperlakukan sebagai pencapaian evolusi terkuat.

Saya tak perlu membeberkan simpulan ceritanya alasannya ialah anda niscaya sudah tahu. Dragon Ball tampaknya memang tak punya dongeng yang bisa diceritakan lagi. Jadi, yang kita dapatkan ialah fanservice belaka. Latar belakang yang sedikit merestrukturisasi mitologi Dragon Ball disini membuat film ini gampang dipahami oleh penonton yang bahkan cuma menuntaskan satu semester jurusan Ilmu Perdragonballan. Separuh sisanya ialah hajar menghajar dengan energi tingkat tinggi. Buat saya, kalau ini terlalu usang juga jadi terasa sedikit melelahkan. Saya butuh sedikit drama.

*nyalain Liga Dangdut Indonesia* ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem dan di instagram: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Dragon Ball Super: Broly

100 menit
Remaja
Tatsuya Nagamine
Akira Toriyama
Toei Animation
Norihito Sumitomo

©

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Review Film: 'Dragon Ball Super: Broly' (2019)"

Post a Comment